Praktisi Hukum Minta Eks Mantan Bupati dan Wakil Bupati Asahan Diperiksa Terkait Soal Penyertaan Modal Bank Sumut Rp.35 Miliar

Asahan,metropos24.id
Kejaksaan Republik Indonesia diminta periksa eks mantan Bupati Asahan, H. Surya, BSc dan Wakil Bupati Asahan, Taufik Zainal Abidin Siregar, S.Sos, MSi, terkait penyertaan modal Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Asahan ke Bank Sumut senilai Rp.35 miliar. Penyertaan modal Pemkab ke Bank Sumut yang digulirkan sejak tahun 2021 diduga jadi temuan Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) Republik Indonesia Perwalian Provinsi Sumatera Utara.
Sebab, penyertaan modal daerah dalam bentuk saham itu tidak bisa dilakukan sembarangan karena ada mekanisme panjang sesuai aturan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara dan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 54 Tahun 2017 tentang Pengelolaan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD). Karena itu, perlu ada audit investigasi soal aliran dana publik tersebut.
Hal ini penting dilakukan untuk memastikan apakah keberadaan dana penyertaan modal Pemkab Asahan sebesar Rp.35 miliar itu masih tersimpan di Bank Sumut termasuk deviden (keuntungan) laba yang ditahan. Oleh karenanya, DPRD Asahan harus meminta BPK RI agar melakukan audit dan investigasi soal penyertaan modal yang dinilai produk gagal akibat regulasi Pemkab Asahan.
“Meskipun itu kesalahan administrasi, kita meminta agar mantan Bupati Asahan yang notabenenya Wakil Gubernur Sumatera Utara dan Wakil Bupati Asahan yang saat ini menjabat sebagai Bupati Asahan juga perlu diperiksa Kejaksaan RI,” kata praktisi hukum Kabupaten Asahan, Dr Rusmanto Sirait, SH, MH, didampingi rekan seprofesi nya, Deserman Hura, SH dan Nefermasi Halawa, SH, Minggu (21/92/25) di Kisaran.
Penyertaan modal daerah (PMD) Pemkab Asahan ke Bank Sumut dinilai perlu diaudit secara uji petik, menyusul adanya dugaan ketidaksesuaian antara nilai penyertaan modal dengan jumlah saham yang diterima, “Yang pertama, harus ada perjanjian jual-beli saham. Jadi ada kesepakatan penjualan disitu dan ada kesepakatan pembelian dari badan usaha kepada Pemkab Asahan yang diajukan ke DPRD Asahan dan dituangkan kedalam Perda,” ujarnya.
Menurutnya, penyertaan modal Pemerintah Daerah (Pemda) dalam bentuk saham tidak bisa dilakukan sembarangan karena ada mekanisme panjang sesuai regulasi Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara dan PP Nomor 54 Tahun 2017 tentang Pengelolaan BUMD, terang Penasehat Hukum ini.
“Ini tidak bisa tidak, tetap harus ada perjanjian. Pemerintah Daerah bertindak sebagai perdata publik yang membeli saham dari badan usaha yang dalam hal ini adalah Bank Sumut. Kalau memang ada perjanjian baru kita bisa lihat disitu berapa deviden nya,” katanya.
Pihaknya juga mempertanyakan dasar Peraturan Daerah (Perda) Nomor 7 Tahun 2009 tentang Penyertaan Modal Pemkab Asahan sebesar Rp.35 miliar ke Bank Sumut untuk pembelian saham diduga tanpa adanya persetujuan DPRD. Bahkan, Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) Pemkab Asahan yang telah disetujui ini diduga produk gagal, bebernya.
Pasalnya, Ranperda tentang penyertaan modal Pemkab Asahan senilai Rp.35 miliar ini tidak bisa digunakan sebagai dasar aturan dalam Perbankan. Ada beberapa hal yang terpenting yang harus dibahas dan dikaji ulang soal Perda dan Ranperda Pemkab Asahan ini, tutur pria berbadan gempal itu.
Menurut keterangan Sekretaris BKAD Kabupaten Asahan, Sri Lusi Masdiany, SIP, didampingi 2 Kabid sebelumnya mengaku jika saham yang dibeli Pemkab ke Bank Sumut dengan nilai ekonomis Rp.10.000 per lembar dari penyertaan modal sebesar Rp.34 miliar. Jika demikian, perlu dilakukan audit terhadap Pemkab Asahan dan Bank Sumut, harapnya.
“Harus dicari dulu alasannya bagaimana Perda Nomor 7 Tahun 2009 dapat menyetujui penyertaan modal tahun 2021 senilai Rp.35 miliar yang di setor ke Bank Sumut ini. Hal itu tentu harus ada naskah akademiknya dan bahan kajian sehingga jelas kenapa muncul penyertaan modal diangka Rp.35 miliar,” jelasnya.
Dia juga menyoroti potensi adanya dugaan kerugian keuangan daerah jika persoalan ini tidak segera diusut dan terselesaikan. Sebab, dana yang digunakan itu merupakan uang masyarakat. Jadi, kalau hilang keuntungan dari laba yang ditahan ya rugilah. Karena itu menyangkut uang masyarakat yang ditanamkan ke Bank Sumut, tuturnya lagi.
Bila perlu, DPRD Asahan menerbitkan surat kepada BPK RI melakukan investigasi audit atas Perda Nomor 7 Tahun 2009 tentang penyertaan modal Pemkab Asahan sebesar Rp.35 miliar ke Bank Sumut itu. Audit ini perlu dilakukan untuk memastikan siapa yang salah, apakah Pemkab atau Bank Sumut dan atau memang keduanya. Karena itu perlu dilakukan kajian yang matang, tutupnya.
Terpisah, Handi Arfan Sitorus saat dimintai tanggapannya mengatakan, kita sangat menyayangkan adanya deviden (keuntungan) kita yang dimasukkan dalam komponen laba ditahan. Padahal, tujuan Pemerintah Daerah (Pemda) melakukan penyertaan modal ini untuk menghasilkan deviden sebesar-besarnya dalam rangka peningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) .
Laba ditahan ini juga beresiko bagi Pemerintah Daerah. Jika laba ditahan digunakan untuk penambahan modal bank ternyata dalam pengembangannya terjadi kerugian. Tentu saja membuat sisa deviden yang dimasukkan dalam laba ditahan akan menjadi persoalan yang serius, ujarnya, Jum’at kemarin di Kisaran.
“Bisa saja kita berasumsi laba ditahan ini adalah upaya untuk membayar deviden penyertaan Pemerintah Daerah yang akan datang. Kasus laba ditahan tentu dibenarkan dalam Undang-Undang (UU) dan semua harus disetujui dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS),” terangnya.
Tetapi sambung Handi, seharusnya pemegang saham juga harus melakukan kajian yang lebih dalam terhadap aturan hukum yang berlaku. Sebab, penyertaan modal Pemerintah Daerah Kabupaten Asahan ini banyak regulasi yang harus diperhatikan terutama ijin dari DPRD Asahan. Sebab apabila laba ditahan, itu adalah merupakan deviden dari penyertaan modal, katanya.
Melihat kondisi ini, saya sebagai masyarakat
asahan menyarankan kepada seluruh Kepala Daerah khususnya Kabupaten Asahan didalam rapat RUPS Bank Sumut jangan hanya diam saja dan harus berani berteriak dan jangan menyetujui laba ditahan saat pembagian deviden sebelum koordinasi dengan Anggota DPRD setempat, ujarnya.
Karena dengan adanya temuan Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) Perwakilan Provinsi Sumatera Utara itu, Pemkab Asahan harus menghentikan pertambahan penyertaan modal walau dengan fameo laba ditahan. Jika Pemkab masih tetap melakukannya, berarti Pemkab tidak patuh terhadap temuan BPK, ungkap mantan DPRD Asahan tiga periode ini.
Jadi kata dia, langkah yang paling bijak dilakukan oleh Bupati Asahan adalah harus segera meninjau segala proses penyertaan modal ke Bank Sumut untuk memastikan kepatuhan kepada peraturan yang ada dan segera memperbaikinya. “Kita memang butuh PAD, tetapi jangan sampai melanggar UU Perbankan,” tutup Handi.
Menanggapi persoalan penyertaan modal Pemkab Asahan ke Bank Sumut yang tengah dilirik pihak Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara (Kejatisu) ini, Kepala Dinas Komunikasi dan Informatika (Kadis Kominfo, Kabupaten Asahan, Jutawan Sinaga, S.STP, MAP, menjawab pertanyaan wartawan ini melalui via WhatsApp mengatakan sudah pasti kita jalankan sesuai dengan aturan lah, katanya.
“Pemkab Asahan juga sudah dapat dividen dari penyertaan modal itu. Untuk kabar soal pemeriksaan terhadap sejumlah pejabat Pemkab di Kejatisu, ya tentu pasti kita menghormatinya. Pemkab siap kooperatif kalau dipanggil,” terang Jutawan.
Pada prinsipnya agar semuanya ini jelas dan enggak terjadi simpang siur. Jadi begini bang sambung Jutawan, dividen dari PT. Bank Sumut itu diputuskan lewat RUPS bersama Gubernur dan para Bupati/Walikota se-Sumut sebagai pemegang saham dan hasilnya diumumkan secara terbuka.
Uangnya inipun langsung masuk ke kas daerah sebagai bagian dari Pendapatan Asli Daerah (PAD). Kemudian, ini dibahas dalam produk APBD untuk mendukung program pembangunan dan pelayanan masyarakat.
Dengan begitu, setiap keuntungan yang diterima Pemkab sebenarnya kembali lagi untuk kemajuan Asahan, ujar Kadis Kominfo
“Untuk berapa besaran nilai dividen yang diterima oleh Pemkab Asahan, silahkan ditanyakan langsung kepada BKAD Kabupaten Asahan karena mereka yang mencatat dan mengelola detail penerimaannya,” sarannya.
Disinggung soal siap saja Pejabat teras Pemkab Asahan yang diduga tengah diperiksa Kejatisu selain Sekda dan Kepala BKAD Kabupaten Asahan, kalau info tentang pemeriksaan ini kurang monitor kemarin kita bang, katanya berkilah.
Menurut data rekapitulasi deviden Bank Sumut pada tahun 2022 sampai 2025 per 01 April 2022 diterima oleh BKAD Kabupaten Asahan bahwa pembagian deviden atas laba tahun buku 2021 sebesar Rp.5,7 miliar lebih dari Bank Sumut Cabang Kisaran.
Pada per 01 April 2022, Pemkab Asahan melakukan penarikan tunai dari Bank Sumut pembagian deviden atas laba tahun buku 2021senilai Rp.3,3 miliar. Namun, pembagian deviden senilai Rp.3,3 miliar tidak bisa ditarik disebabkan Pemkab Asahan harus menambah penyertaan modal kembali ke Bank Sumut.
Tanggal 10 Maret 2023, Pemkab Asahan melakukan penarikan dari Bank Sumut atas pembagian deviden tunai 80 persen dari laba bersih tahun buku 2022 sebesar Rp.8,1 miliar. Penarikan tanggal 28 Februari 2024, Pemkab Asahan menerima pembagian deviden tunai 80 persen dari laba bersih tahun buku 2023 sebesar Rp.8,4 miliar yang ditransfer ke rekening kas daerah.
Penarikan tanggal 21 Maret 2025, Bank Sumut memberikan pembagian deviden tunai sebesar 85 persen dari laba bersih tahun buku 2024 sebesar Rp.8,8 miliar kepada Pemkab Asahan. Penarikan deviden pembelian saham Bank Sumut oleh Pemkab Asahan setiap tahunnya ini diduga tak jelas peruntukannya dipergunakan untuk apa.
Total jumlah penarikan keuntungan (Deviden) atas pembelian saham selama 5 (lima tahun) yang diterima Pemkab Asahan dari Bank Sumut ini perlu dipertanyakan. Patut diduga, penyertaan modal Pemkab Asahan disinyalir kangkangi UU Perbankan dan Perda Nomor 7 tahun 2009.
Sementara, Kepala Bank Sumut Cabang Kisaran, Sadeli, yang dicoba dikonfirmasi wartawan baru-baru ini masih belum bersedia memberikan keterangan resmi terkait penyertaan modal Pemkab Asahan menjadi perbincangan hangat dikalangan masyarakat, praktisi hukum dan aktivis.
Informasi diperoleh dari berbagai sumber menyebutkan, sejumlah pejabat Pemkab Asahan tengah diperiksa di Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara (Kejatisu). Pemeriksaan di Kejatisu itu terkait soal penyertaan modal Pemkab Asahan ke Bank Sumut ini terkait kesalahan administrasi. Meski pergantian nama dari PT menjadi Perusahaan perseroan daerah (Perseroda) telah diusulkan, namun usulan ini diduga masih dalam pembahasan Pemprovsu.(ZN)